Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB) pada 18 Mei 2021 memutuskan untuk mengadopsi resolusi tentang Responsibility to Protect (R2P) sebagai agenda tahunan Majelis Umum. Tujuan R2P adalah memberikan perlindungan kepada seluruh individu dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan pelanggaran terhadap kemanusiaan. Resolusi tersebut didukung oleh 115 negara, 28 negara memilih abstain, dan 15 negara tidak mendukungnya.
Secara singkat, R2P memungkinkan sanksi atau intervensi militer ketika suatu negara gagal memenuhi tanggung jawab utamanya, untuk melindungi masyarakatnya dari kejahatan perang hingga pembersihan etnis. Adapun negara-negara yang menentang resolusi tersebut adalah: Korea Utara, Kyrgyzstan, Nikaragua, Zimbabwe, Venezuela, Indonesia, Burundi, Belarus, Eritrea, Bolivia, Russia, Tiongkok, Mesir, Kuba, dan Suriah.
Delegasi Indonesia membeberkan alasan di balik penentangan resolusi tersebut. Pertama, Indonesia merasa R2P tidak perlu menjadi agenda tahunan SMU PBB. Kedua, resolusi tersebut dianggap tidak selaras dengan Dokumen KTT Dunia pada 2005 yang menjadi landasan R2P. Kendati menentang resolusi ini, Indonesia berharap negara PBB lainnya tidak salah memahami posisi Indonesia.
Tanggapan: Saya berpendapat bahwa Indonesia hanya menolak R2P dijadikan agenda rutin tahunan, bukan menolak R2P secara keseluruhan. Jika R2P menjadi agenda rutin tahunan dengan membahas konsep dan pelaksanaannya, akan muncul kekhawatiran baru.
Kekhawatiran baru tersebut berupa penggunaan R2P yang didasarkan oleh kehendak negara-negara yang kuat saja, namun tidak benar-benar mencapai tujuannya. Penolakan resolusi yang menjadikan R2P agenda tahunan bertepatan dengan momen yang tidak tepat. Sehingga, orang mengaitkan hal itu dengan kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar dan oleh Israel pada Palestina.
Hal ini membuat orang-orang beranggapan bahwa penolakan resolusi R2P menjadi agenda tahunan sama saja tidak mendukung penerapan R2P untuk kasus-kasus tersebut. Secara konsep, R2P adalah konsep yang baik. Namun secara praktik, R2P banyak digunakan oleh negara-negara besar untuk melakukan intervensi, tapi tidak bisa digunakan untuk benar-benar mencegah genosida.
Konsep ideal dari R2P kerap kali berhadapan dengan realitas politik internasional. Yang kuat bisa menggunakan konsep ideal ini untuk mendorong agendanya sendiri, makanya penerapannya tebang pilih. Kendati demikian, konsep R2P merupakan konsep yang harus ada karena memberi masyarakat internasional sebuah ruang untuk melakukan intervensi guna mencegah kejahatan kemanusiaan.
https://www.idntimes.com/news/world/vanny-rahman/indonesia-tolak-resolusi-pencegahan-genosida-kejahatan-perang-di-pbb/3
Jabal Al Tharik (026)
Komentar
Posting Komentar