Langsung ke konten utama

Merebaknya Politik Dinasti di Nusantara

Dinasti politik cenderung melemahkan demokrasi. Sebab, pola dinasti politik ini boleh dibilang tidak meniti karir politik seperti politisi lainnya. Ketika politisi yang lain, memulai karir dari bawah, mereka langsung berada dalam jajaran elit politik.

Politik dinasti, memang banyak ditentang. Sebab, konstitusi menjamin setiap orang bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif. Larangan diskriminasi juga ditegaskan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 3 ayat 3 yang menegaskan setiap orang berhak atas perlindungan HAM dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi.

Dinasti politik memang bukan barang baru dalam kancah perpolitikan nasional. Praktik politik dinasti masih lumrah dilakukan. Politik dinasti diartikan sebagai kekuasaan politik yang dijalankan sekelompok orang yang masih dalam hubungan keluarga, baik karena garis keturunan, hubungan darah, atau karena ada ikatan perkawinan.

Indonesia mulai membuka keran demokrasi terutama setelah tumbangnya rezim Orde Baru dalam kepemimpinan Suharto pada 1998, di mana seluruh masyarakat Indonesia bebas bersuara dan menyuarakan pendapatnya, bebas mengkritik, hingga bebas memilih dan dipilih. Keterbukaan itu membuat masyarakat punya kesempatan yang sama dalam hal meraih kekuasaan, misalnya saja lewat pemilihan kepala daerah.

Semua warga negara dari berbagai latar belakang pun dijamin haknya untuk ikut serta dalam kontestasi politik. Kesempatan itu semakin terbuka luas manakala adanya aturan tentang desentralisasi kekuasaan dan otonomi daerah. Di tengah kebebasan itu, ada satu fenomena yang dirasa janggal, namun sulit dicegah: praktik politik dinasti.

Dinasti Politik di Daerah

Dalam hal ini, dinasti politik atau kekuasaan memiliki berbagai macam bentuk, misalnya saja yang paling terkenal adalah dinasti politik Ratu Atut Chosiyah di Banten. Nama Atut ini sudah tak asing lagi di telinga publik, sayangnya ia lebih sering diingat sebagai sosok pemimpin yang lumrah mempraktikan politik dinasti. Tengok saja saat ia menjabat sebagai Gubernur Banten.

Atut tak sendiri menjalankan kekuasaannya. Sejumlah kerabatnya menduduki sejumlah posisi strategis di instansi pemerintahan. Ada adik kandungnya bernama Ratu Tatu Chasanah, yang pernah menjabat Wakil Bupati Serang (2010-2015) dan berlanjut menjadi Bupati Serang (2016-2021). Ada pula adik tiri Atut bernama Tubagus Haerul Jaman yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Serang (2011-2018). Ipar Atut yang cukup dikenal, Airin Rachmi Diany, menjabat sebagai Wali Kota Tangerang Selatan (2011-2021).

Dinasti Politik, Ditentang tapi Tak Dilarang

Masifnya praktik dinasti politik adalah konsekuensi logis dari proses otonomi daerah yang menuntut demokratisasi lokal. Sayangnya, hal itu tak pernah terwujud. Dalam hal ini, justru ada potensi kemunculan kondisi sebaliknya yakni oligarki yang menjadi musuh demokrasi. Kekuasaan cuma dipegang segelintir orang dan dipakai untuk keuntungan kelompoknya. Demi mewujudkan demokratisasi lokal, maka pemilihan kepala daerah langsung diupayakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susunan Baru Direksi dan Komisaris Telkom, Ada Abdee "Slank"

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir merombak jajaran dewan direksi dan komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Langkah ini diwujudkan melalui sebuah agenda di acara Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Telkom, yang digelar pada Jumat (28/5/2021). Dalam RUPST tersebut, Erick mencopot Rhenald Kasali dari posisi Komisaris Utama, Marsudi Wahyu Kisworo dan Chandra Arie Setiawan dari Komisaris Independen. Selain itu, Erick Thohir juga mencopot Alex Denni dan Ahmad Fikri Assegaf dari posisi Komisaris Telkom. Sebagai gantinya, Erick Thohir mengangkat Abdi Negara Nurdin, atau yang biasa dikenal dengan Abdee "Slank", serta Bono Daru Adji menjadi Komisaris Independen. Posisi Komisaris Utama sendiri kini diambil alih oleh mantan Menteri Riset dan Teknologi yang juga sekaligus Komisaris Bukalapak, yakni Bambang Brodjonegoro. Erick juga menunjuk mantan Dirjen Kekayaan Negara, Isa Rachmatarwata dan Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menjadi Komisaris Telkom...

Self Doubt: Tentang Tidak Adanya Kepercayaan Diri

Fenomena munculnya keraguan yang berasal dari dalam diri sendiri dikenal dengan self doubt. Self-doubt atau meragukan kemampuan serta tidak merasa yakin pada diri sendiri ini bisa saja terjadi secara subsconcious atau dibawah alam sadar kita. Dalam kondisi tertentu, meragukan diri sendiri secara berlebihan bisa berdampak pada hilangnya rasa percaya diri, ketakutan yang berlebihan akan kegagalan, merasa diri tidak memiliki kapasitas yang cukup, kekhawatiran akan tidak mendapat penerimaan, atau berakhir dengan rasa putus asa terhadap hidup dan akhirnya “melarikan diri” dari tanggung jawab kita. Hal itu bisa saja terjadi, terlebih ketika kita sering melakukan self sabotage ketimbang menyelesaikan masalah self-doubt. Self-Doubt Karena Adanya Inner Voice “Negatif”  Setiap orang memiliki suara-suara dalam diri (inner voice) mereka. Beberapa diantaranya bersifat negatif. Suara-suara ini memiliki ragam bentuk, bisa juga kritik yang destruktif, kata-kata yang mengingatkan pada kegagalan pad...